Banda Aceh – Pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Aceh menjadi inspirasi bagi sistem kepemiluan di Indonesia. Sejumlah regulasi pemilu di Indonesia mengadopsi proses pemilihan yang digelar Aceh.
Penyelenggaraan pemilihan yang dinilai mengubah sistem kepemiluan di Indonesia di antaranya pada sistem pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak. Sejak 2015 lalu, Pemerintah Indonesia telah menggelar pilkada serentak di sejumlah daerah. Lalu dilanjutkan pada pilkada di 101 daerah yang akan dilaksanakan pada 15 Februari 2017 mendatang.
Selain mengenai jadwal serentak, pilkada Aceh yang mengakomodasi calon melalui jalur perseorangan juga dipandang sebagai pembelajaran baik bagi pembenahan sistem kepemiluan di republik ini. Seperti diketahui, calon perseorangan diakui secara legal dalam pilkada Aceh 2006.
“Aceh menjadi sumber inspirasi di tingkat nasional terutama soal pemilu,” kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Profesor Jimly Asshiddiqiy saat memberikan sambutan pada Sosialisasi Penegakan Etik Penyelenggara Pemilu di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Selasa (10/8/2016).
Kebijakan pemilihan kepala daerah di Aceh, sebut Jimly, menjadi sumber inspirasi untuk kebijakan kepemiluan di tataran nasional, seperti calon perseorangan dan pilkada serentak.
Karena itu, Jimly berharap agar pelaksanaan pilkada di Aceh bisa berlangsung secara damai dan demokratis. “Kalau (pilkada Aceh) tidak sukses, bisa berpengaruh bagi daerah lain,” ujarnya.
Ia memuji pelaksanaan pilkada serentak yang sudah berlangsung di Aceh sejak 2006.
Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi menyebutkan, saat provinsi lain belum memberikan ruang bagi calon perseorangan, Aceh sudah mengakomodasikannya.
“Saat itu belum ada regulasi KPU dan UU terkait calon perseorangan, tapi Aceh membukanya dengan berpedoman pada UU Pemerintahan Aceh, yang kemudian diimplementasikan dengan qanun dan peraturan KIP dan memberikan ruang kepada warga negara yang maju dari jalur perseorangan dengan dukungan tiga persen dari jumlah penduduk,” kata Ridwan Hadi saat meluncurkan pilkada Aceh serentak pada 2 Agustus lalu.
Hal senada juga dikemukakan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Sigit Pamungkas. “Calon independen itu inspirasinya dari Aceh. Ketika daerah lain belum memikirkan, Aceh sudah ada,” katanya.
Selain pilkada serentak dan calon perseorangan, Sigit menambahkan, Aceh juga menginsipirasi karena pemilihan umum diikuti oleh partai politik lokal.
“Aceh satu-satunya daerah yang ada partai lokal,” kata Sigit. “Papua yang di undang-undangnya disebutkan bisa ada partai lokal, tapi sampai hari ini belum bisa diwujudkan. Ide ini juga mulai diserukan di daerah lain. Ini sesuatu yang luar biasa.”
Aceh pertama sekali menggelar pilkada serentak untuk memilih 20 bupati/walikota dan satu gubernur pada 11 November 2006 lalu. Ini merupakan pemilihan pertama yang digelar setelah Aceh mengakhiri tiga dekade konflik bersenjata.
Pada pilkada ini pula, Aceh mengakomodasi calon perseorangan –sebagai hasil kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia. Sedangkan partai politik lokal baru mengikuti pemilihan umum mulai 2009 lalu. [FG | MC KIP Aceh]
Pilkada Aceh Menginspirasi Regulasi Pemilu
Banda Aceh – Pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Aceh menjadi inspirasi bagi sistem kepemiluan di Indonesia. Sejumlah regulasi pemilu di Indonesia mengadopsi proses pemilihan yang digelar Aceh.
Penyelenggaraan pemilihan yang dinilai mengubah sistem kepemiluan di Indonesia di antaranya pada sistem pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak. Sejak 2015 lalu, Pemerintah Indonesia telah menggelar pilkada serentak di sejumlah daerah. Lalu dilanjutkan pada pilkada di 101 daerah yang akan dilaksanakan pada 15 Februari 2017 mendatang.
Selain mengenai jadwal serentak, pilkada Aceh yang mengakomodasi calon melalui jalur perseorangan juga dipandang sebagai pembelajaran baik bagi pembenahan sistem kepemiluan di republik ini. Seperti diketahui, calon perseorangan diakui secara legal dalam pilkada Aceh 2006.
“Aceh menjadi sumber inspirasi di tingkat nasional terutama soal pemilu,” kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Profesor Jimly Asshiddiqiy saat memberikan sambutan pada Sosialisasi Penegakan Etik Penyelenggara Pemilu di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Selasa (10/8/2016).
Kebijakan pemilihan kepala daerah di Aceh, sebut Jimly, menjadi sumber inspirasi untuk kebijakan kepemiluan di tataran nasional, seperti calon perseorangan dan pilkada serentak.
Karena itu, Jimly berharap agar pelaksanaan pilkada di Aceh bisa berlangsung secara damai dan demokratis. “Kalau (pilkada Aceh) tidak sukses, bisa berpengaruh bagi daerah lain,” ujarnya.
Ia memuji pelaksanaan pilkada serentak yang sudah berlangsung di Aceh sejak 2006.
Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi menyebutkan, saat provinsi lain belum memberikan ruang bagi calon perseorangan, Aceh sudah mengakomodasikannya.
“Saat itu belum ada regulasi KPU dan UU terkait calon perseorangan, tapi Aceh membukanya dengan berpedoman pada UU Pemerintahan Aceh, yang kemudian diimplementasikan dengan qanun dan peraturan KIP dan memberikan ruang kepada warga negara yang maju dari jalur perseorangan dengan dukungan tiga persen dari jumlah penduduk,” kata Ridwan Hadi saat meluncurkan pilkada Aceh serentak pada 2 Agustus lalu.
Hal senada juga dikemukakan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Sigit Pamungkas. “Calon independen itu inspirasinya dari Aceh. Ketika daerah lain belum memikirkan, Aceh sudah ada,” katanya.
Selain pilkada serentak dan calon perseorangan, Sigit menambahkan, Aceh juga menginsipirasi karena pemilihan umum diikuti oleh partai politik lokal.
“Aceh satu-satunya daerah yang ada partai lokal,” kata Sigit. “Papua yang di undang-undangnya disebutkan bisa ada partai lokal, tapi sampai hari ini belum bisa diwujudkan. Ide ini juga mulai diserukan di daerah lain. Ini sesuatu yang luar biasa.”
Aceh pertama sekali menggelar pilkada serentak untuk memilih 20 bupati/walikota dan satu gubernur pada 11 November 2006 lalu. Ini merupakan pemilihan pertama yang digelar setelah Aceh mengakhiri tiga dekade konflik bersenjata.
Pada pilkada ini pula, Aceh mengakomodasi calon perseorangan –sebagai hasil kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia. Sedangkan partai politik lokal baru mengikuti pemilihan umum mulai 2009 lalu. [FG | MC KIP Aceh]