Banda Aceh – Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Ridwan Hadi mengatakan, mekanisme pengawasan pemilihan kepala daerah dimulai dari pencegahan, baru kemudian dilakukan penindakan.
“Kalau mekanisme telah diatur, terpenting adalah pencegahan,” ujar Ridwan Hadi dalam Diskusi Publik Haba Pilkada bertajuk Optimalisasi Fungsi Panwaslih Aceh pada Jumat sore, 23 Desember 2016 di Media Center KIP Aceh.
Namun demikian, meski sudah dilakukan sosialisasi aturan, seperti aturan kampanye, pelanggaran tetap dilakukan. Ia mencontohkan, sebelum pihak KIP menetapkan lokasi pemasangan atribut peraga kampanye, tim dari pasangan calon kepala daerah sudah memasang alat kampanye di ruang publik. Sesuai aturan tahapan Pilkada 2017, tahapan kampanye baru dimulai pada 28 Oktober 2016, atau tiga hari setelah pengambilan nomor urut oleh pasangan calon (paslon).
Selain itu, pelanggaran terhadap aturan bisa juga terjadi karena paslon tidak hafal aturan. Misalnya pada alat peraga kampanye paslon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 2 dan 5. Ridwan mengatakan, paslon nomor urut 2 mendesain alat kampanye hampir sama dengan paslon nomor urut 5. Sedangkan paslon nomor urut 5 memasang foto orang yang bukan pengurus partai politik pengusung dalam desain kampanyenya.
Terkait alat peraga kampanye yang dipasang di lokasi yang dilarang, Panwaslih Banda Aceh sudah mengirimkan surat kepada enam pasangan calon agar alat peraga tersebut ditertibkan sendiri, kalau tidak, Panwaslih Kota Banda Aceh bekerja sama dengan Pemda Banda Aceh yang akan menertibkan.
Ridwan juga menyayangkan di beberapa kabupaten/kota pihak Panwas tidak ikut dalam verifikasi faktual untuk meneliti syarat dukungan calon independen, namun mengajukan keberatan atas pelanggaran yang ditemukan kemudian.
“Saya tidak tahu apakah pencegahan dan penindakan sudah benar-benar dimaknai dan dilaksanakan oleh Panwaslih, harapan kita benar-benar ini dilaksanakan,” ujar Ridwan.
Ia menuturkan, pencegahan merupakan semangat dari Bawaslu, Panwaslih, Undang-Undang untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran Pilkada dalam setiap tahapan, agar proses Pilkada berjalan lancar.
Pembicara lainnya dalam diskusi itu dari Forum LSM Aceh, Sudirman mengatakan, berdasar pengalaman Pilkada sebelumnya, pihaknya menemui kesulitan dalam membawa temuan pelanggaran ke pengadilan.
Karenanya, ujar Sudirman, sosialisasi mengenai aturan dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama mengawasi proses Pilkada harus tersampaikan dengan baik.
“Bagaimana kita melakukan sosialisasi terus-menerus dan masyarakat tanpa diminta dengan kesadaran mau melaporkan setiap kejadian dan mau menjadi saksi. Kita akan dampingi sampai selesai dan keamanan bisa kita jamin bersama,” jelas Sudirman.
Komitmen lembaga pemantau dari LSM akan terus bekerja bersama Bawaslu dan Panwaslih untuk mendorong Pilkada yang berkualitas dengan melakukan pengawasan kepada seluruh penyelenggara dan pihak-pihak yang terlibat. [Hadi | MC KIP Aceh]
Ketua KIP Aceh: Pengawasan Pilkada Dimulai dari Pencegahan
Banda Aceh – Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Ridwan Hadi mengatakan, mekanisme pengawasan pemilihan kepala daerah dimulai dari pencegahan, baru kemudian dilakukan penindakan.
“Kalau mekanisme telah diatur, terpenting adalah pencegahan,” ujar Ridwan Hadi dalam Diskusi Publik Haba Pilkada bertajuk Optimalisasi Fungsi Panwaslih Aceh pada Jumat sore, 23 Desember 2016 di Media Center KIP Aceh.
Namun demikian, meski sudah dilakukan sosialisasi aturan, seperti aturan kampanye, pelanggaran tetap dilakukan. Ia mencontohkan, sebelum pihak KIP menetapkan lokasi pemasangan atribut peraga kampanye, tim dari pasangan calon kepala daerah sudah memasang alat kampanye di ruang publik. Sesuai aturan tahapan Pilkada 2017, tahapan kampanye baru dimulai pada 28 Oktober 2016, atau tiga hari setelah pengambilan nomor urut oleh pasangan calon (paslon).
Selain itu, pelanggaran terhadap aturan bisa juga terjadi karena paslon tidak hafal aturan. Misalnya pada alat peraga kampanye paslon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 2 dan 5. Ridwan mengatakan, paslon nomor urut 2 mendesain alat kampanye hampir sama dengan paslon nomor urut 5. Sedangkan paslon nomor urut 5 memasang foto orang yang bukan pengurus partai politik pengusung dalam desain kampanyenya.
Terkait alat peraga kampanye yang dipasang di lokasi yang dilarang, Panwaslih Banda Aceh sudah mengirimkan surat kepada enam pasangan calon agar alat peraga tersebut ditertibkan sendiri, kalau tidak, Panwaslih Kota Banda Aceh bekerja sama dengan Pemda Banda Aceh yang akan menertibkan.
Ridwan juga menyayangkan di beberapa kabupaten/kota pihak Panwas tidak ikut dalam verifikasi faktual untuk meneliti syarat dukungan calon independen, namun mengajukan keberatan atas pelanggaran yang ditemukan kemudian.
“Saya tidak tahu apakah pencegahan dan penindakan sudah benar-benar dimaknai dan dilaksanakan oleh Panwaslih, harapan kita benar-benar ini dilaksanakan,” ujar Ridwan.
Ia menuturkan, pencegahan merupakan semangat dari Bawaslu, Panwaslih, Undang-Undang untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran Pilkada dalam setiap tahapan, agar proses Pilkada berjalan lancar.
Pembicara lainnya dalam diskusi itu dari Forum LSM Aceh, Sudirman mengatakan, berdasar pengalaman Pilkada sebelumnya, pihaknya menemui kesulitan dalam membawa temuan pelanggaran ke pengadilan.
Karenanya, ujar Sudirman, sosialisasi mengenai aturan dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama mengawasi proses Pilkada harus tersampaikan dengan baik.
“Bagaimana kita melakukan sosialisasi terus-menerus dan masyarakat tanpa diminta dengan kesadaran mau melaporkan setiap kejadian dan mau menjadi saksi. Kita akan dampingi sampai selesai dan keamanan bisa kita jamin bersama,” jelas Sudirman.
Komitmen lembaga pemantau dari LSM akan terus bekerja bersama Bawaslu dan Panwaslih untuk mendorong Pilkada yang berkualitas dengan melakukan pengawasan kepada seluruh penyelenggara dan pihak-pihak yang terlibat. [Hadi | MC KIP Aceh]