Banda Aceh – Suhaimi, penyandang disabilitas tuna rungu melangkah menuju meja pencatat kehadiran pemilih. Seorang panitia Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sudah menunggu di meja tersebut untuk mencatat namanya.
Di depan meja itu, Suhaimi diam beberapa saat. Ia kemudian menggerak-gerakkan tangannya sebagai bahasa isyarat. Panitia bingung. Beberapa orang memanggil Masamah, seorang pengurus dan pengajar tuna rungu untuk menerjemahkan isyarat tangan Suhaimi.
Setelah menulis nama, Suhaimi duduk menunggu namanya dipanggil panitia KPPS untuk mencoblos. Masamah masih duduk di meja pencatat kehadiran pemilih, menerjemahkan bahasa isyarat dari disabilitas tuna rungu.
Suhaimi dan Muhajir telah dipanggil dan mencoblos. Giliran Azhari dipanggil. Panitia dua kali memanggil namanya dari jarak sekitar satu meter. Tapi yang dipanggil tak merespon. Azhari tak bisa mendengar, ia tuna rungu. Saat dicolek Rizal Fahmi barulah Azhari bergerak mengambil kertas suara dan mencoblos. Rizal Fahmi juga sama, ia tuna rungu
Nova Sarah, penyandang tuna netra, berjalan pelan saat namanya dipanggil untuk mencoblos. Rizki Harin Fajri, salah satu panitia kemudian menuntunnya berjalan. Untuk Nova, diberikan kertas suara template braille. Saat mencoblos hingga kelingkingnya dicelupkan ke tinta, ia harus dituntun.
Begitulah suasana simulasi pencoblosan dan perhitungan suara di Yayasan Bina Upaya Kesehatan Para Cacat, Banda Aceh, Sabtu 4 Februari 2017. Kegiatan yang dihelat Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi binaan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh itu diikuti puluhan penyandang disabilitas.
Ketua panitia kegiatan, Sahlawati berharap, melalui sosialisasi dan simulasi pemilihan tersebut, partisipasi disabilitas pada Pilkada 2017 ini meningkat. Lanjutnya, setiap orang memiliki hak yang sama. Melalui Pilkada, penyandang disabilitas juga punya andil dalam menentukan Aceh lima tahun mendatang.
Komisioner KIP Aceh, Hendra Fauzi mengatakan, pemilihan kepala daerah Aceh periode 2017-2022 tidak lama lagi. Untuk itu, ia berharap penyandang disabilitas yang sudah cukup syarat memilih berpartisipasi dalam pencoblosan pada 15 Februari 2017 mendatang.
“Kita juga simulasi langsung supaya teman-teman (disabilitas) bisa tahu kondisi TPS nantinya seperti apa,” ujarnya. [Hadi | MC KIP Aceh]
Agar Penyandang Disabilitas Paham Mencoblos
Banda Aceh – Suhaimi, penyandang disabilitas tuna rungu melangkah menuju meja pencatat kehadiran pemilih. Seorang panitia Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sudah menunggu di meja tersebut untuk mencatat namanya.
Di depan meja itu, Suhaimi diam beberapa saat. Ia kemudian menggerak-gerakkan tangannya sebagai bahasa isyarat. Panitia bingung. Beberapa orang memanggil Masamah, seorang pengurus dan pengajar tuna rungu untuk menerjemahkan isyarat tangan Suhaimi.
Setelah menulis nama, Suhaimi duduk menunggu namanya dipanggil panitia KPPS untuk mencoblos. Masamah masih duduk di meja pencatat kehadiran pemilih, menerjemahkan bahasa isyarat dari disabilitas tuna rungu.
Suhaimi dan Muhajir telah dipanggil dan mencoblos. Giliran Azhari dipanggil. Panitia dua kali memanggil namanya dari jarak sekitar satu meter. Tapi yang dipanggil tak merespon. Azhari tak bisa mendengar, ia tuna rungu. Saat dicolek Rizal Fahmi barulah Azhari bergerak mengambil kertas suara dan mencoblos. Rizal Fahmi juga sama, ia tuna rungu
Nova Sarah, penyandang tuna netra, berjalan pelan saat namanya dipanggil untuk mencoblos. Rizki Harin Fajri, salah satu panitia kemudian menuntunnya berjalan. Untuk Nova, diberikan kertas suara template braille. Saat mencoblos hingga kelingkingnya dicelupkan ke tinta, ia harus dituntun.
Begitulah suasana simulasi pencoblosan dan perhitungan suara di Yayasan Bina Upaya Kesehatan Para Cacat, Banda Aceh, Sabtu 4 Februari 2017. Kegiatan yang dihelat Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi binaan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh itu diikuti puluhan penyandang disabilitas.
Ketua panitia kegiatan, Sahlawati berharap, melalui sosialisasi dan simulasi pemilihan tersebut, partisipasi disabilitas pada Pilkada 2017 ini meningkat. Lanjutnya, setiap orang memiliki hak yang sama. Melalui Pilkada, penyandang disabilitas juga punya andil dalam menentukan Aceh lima tahun mendatang.
Komisioner KIP Aceh, Hendra Fauzi mengatakan, pemilihan kepala daerah Aceh periode 2017-2022 tidak lama lagi. Untuk itu, ia berharap penyandang disabilitas yang sudah cukup syarat memilih berpartisipasi dalam pencoblosan pada 15 Februari 2017 mendatang.
“Kita juga simulasi langsung supaya teman-teman (disabilitas) bisa tahu kondisi TPS nantinya seperti apa,” ujarnya. [Hadi | MC KIP Aceh]