Jakarta – Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) menggelar diskusi yang membahas proyeksi Pilkada Aceh 2017. Diskusi telah digelar di Auditorium LIPI Jakarta, Kamis, 13 Oktober 2016 lalu.
Para pembicara yang hadir adalah; Iskandar Hasan (Mantan Kapolda Aceh), Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi, Titi Anggraini (Direktur Eksekutif Perludem), Letjen TNI (Purn) Bambang Darmono, Juha Christensen (Direktur PACTA Finland), dan Wahyudi Djafar SH (Deputi Direktur Pengembangan Sumber Daya HAM, ELSAM).
Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi, SH memaparkan materinya tentang ”Persiapan Pelaksanaan Pilkada Aceh.” Berbagai tahapan yang telah dilakukan disampaikan dalam diskusi. Dia juga menyinggung soal aturan, yaitu revisi Qanun Pilkada No 5 Tahun 2012.
Qanun hasil revisi telah disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada Jumat malam 7 Oktober 2016. Selanjutnya qanun tersebut akan diserahkan kepada Pemerintah Aceh untuk dilembardaerahkan dan kemudian menjadi rujukan bagi KIP Aceh untuk pelaksanaan pilkada.
Dia mengharapkan semua pihak harus memberi perhatian kepada jalannya Pilkada Aceh sehingga dapat berlansung dengan baik dan demokratis. Juga terhindar dari kekerasan dan intimidasi. “KIP tak mampu mengawal sendirian,” katanya.
Mantan Kapolda Aceh, Iskandar Hasan, menyampaikan bahwa potensi konflik dalam Pilkada Aceh harus ditangani dengan baik. Namun ia menilai, potensi konflik dalam pilkada kali ini tidak sebesar pilkada sebelumnya. “Dibanding pilkada sebelumnya, pilkada kali ini lebih kecil potensi konfliknya,” kata Iskandar.
Juha Christensen menilai Aceh layak disebut sebagai rujukan bagi contoh pemilu yang sukses diselenggarakan pada masa transisi pascakonflik. Kesuksesan tersebut dinilai dari tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Aceh 2006 yang mencapai 91 persen.
Juha melontarkan harapan besarnya kepada Pemilihan Kepala Daerah Aceh. Ia menilai, perkembangan yang terjadi di Aceh, serta keberhasilan Aceh menyelenggarakan pemilu hanya dalam satu tahun setelah perjanjian damai, harus diapresiasi.
Hal itu diakui oleh Titi Anggraini. Menurutnya, ketika berbicara election in transition, Aceh itu selalu menjadi rujukan. “Teman-teman di Filipina, atau ketika saya hadir di konferensi dunia, Aceh selalu disebut sebagai model election in transition. Meskipun, ada juga kasus kekerasan pada waktu itu,” kata Titi. [AW|Serambi Indonesia|rumahpemilu.org]
AIPI Diskusikan Proyeksi Pilkada Aceh 2017
Jakarta – Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) menggelar diskusi yang membahas proyeksi Pilkada Aceh 2017. Diskusi telah digelar di Auditorium LIPI Jakarta, Kamis, 13 Oktober 2016 lalu.
Para pembicara yang hadir adalah; Iskandar Hasan (Mantan Kapolda Aceh), Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi, Titi Anggraini (Direktur Eksekutif Perludem), Letjen TNI (Purn) Bambang Darmono, Juha Christensen (Direktur PACTA Finland), dan Wahyudi Djafar SH (Deputi Direktur Pengembangan Sumber Daya HAM, ELSAM).
Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi, SH memaparkan materinya tentang ”Persiapan Pelaksanaan Pilkada Aceh.” Berbagai tahapan yang telah dilakukan disampaikan dalam diskusi. Dia juga menyinggung soal aturan, yaitu revisi Qanun Pilkada No 5 Tahun 2012.
Qanun hasil revisi telah disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada Jumat malam 7 Oktober 2016. Selanjutnya qanun tersebut akan diserahkan kepada Pemerintah Aceh untuk dilembardaerahkan dan kemudian menjadi rujukan bagi KIP Aceh untuk pelaksanaan pilkada.
Dia mengharapkan semua pihak harus memberi perhatian kepada jalannya Pilkada Aceh sehingga dapat berlansung dengan baik dan demokratis. Juga terhindar dari kekerasan dan intimidasi. “KIP tak mampu mengawal sendirian,” katanya.
Mantan Kapolda Aceh, Iskandar Hasan, menyampaikan bahwa potensi konflik dalam Pilkada Aceh harus ditangani dengan baik. Namun ia menilai, potensi konflik dalam pilkada kali ini tidak sebesar pilkada sebelumnya. “Dibanding pilkada sebelumnya, pilkada kali ini lebih kecil potensi konfliknya,” kata Iskandar.
Juha Christensen menilai Aceh layak disebut sebagai rujukan bagi contoh pemilu yang sukses diselenggarakan pada masa transisi pascakonflik. Kesuksesan tersebut dinilai dari tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Aceh 2006 yang mencapai 91 persen.
Juha melontarkan harapan besarnya kepada Pemilihan Kepala Daerah Aceh. Ia menilai, perkembangan yang terjadi di Aceh, serta keberhasilan Aceh menyelenggarakan pemilu hanya dalam satu tahun setelah perjanjian damai, harus diapresiasi.
Hal itu diakui oleh Titi Anggraini. Menurutnya, ketika berbicara election in transition, Aceh itu selalu menjadi rujukan. “Teman-teman di Filipina, atau ketika saya hadir di konferensi dunia, Aceh selalu disebut sebagai model election in transition. Meskipun, ada juga kasus kekerasan pada waktu itu,” kata Titi. [AW|Serambi Indonesia|rumahpemilu.org]