Banda Aceh – The Aceh Institute kembali menggelar diskusi Haba Pilkada pada Kamis, 2 Februari 2017, di Media Center Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Diskusi kali ini mengangkat tema “Fenomena Pindah ke Lain Hati”.
Ada dua pembicara dalam kesempatan itu, yaitu Eka Januar dari akademisi UIN Ar-Raniry dan Zulfikar Muhammad dari Koalisi NGO HAM. Belasan orang dari berbagai elemen ikut dalam diskusi itu.
Eka Januar mengatakan, untuk negara demokrasi yang belum begitu baik, seseorang yang berpindah partai politik dan dukungan merupakan hal biasa. Namun tidak begitu untuk negara yang demokrasinya sudah stabil, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Di dua negara itu, kata Eka, jarang sekali orang pindah partai politik dan dukungan. Hal itu dikarenakan pandangan politik yang sudah matang. Perpindahan partai politik masih bisa ditolerir dengan alasan, misalnya kepala daerah yang awalnya didukung sudah tidak prorakyat. “Orang yang suka pindah dukungan sering disebut sebagai kutu loncat,” kata Eka.
Dipaparkan Eka, ada beberapa penyebab migrasi politik terjadi, di antaranya karena seseorang sudah merasa tidak diperhatikan karena ada calon lain yang lebih mumpuni dan punya kemampuan darinya. Kemudian terjadi konflik internal antar pendukung, pragmatisme politik dengan melihat kepada keuntungan pribadi, dan habisnya logistik politik.
Alasan yang masih bisa diterima akal sehat, kata Eka, orang yang pindah partai politik atau dukungan bukan karena kepentingan pribadi, tapi karena yang didukung sudah tidak lagi sejalan dengan cita-cita kepentingan rakyat.
Untuk memajukan negara ini, pendidikan politik kepada masyarakat dinilai punya pengaruh penting. Eka berharap, Pilkada 2017 bisa berjalan lancar dan aman dengan para elit politik menjaga masing-masing pendukungnya untuk berbuat hal yang melanggar hukum.
Sementara itu, Zulfikar Muhammad menilai, pendidikan politik masih dirasakan kurang dilakukan, baik oleh penyelenggara pemilihan, LSM, partai, dan pihak lainnya. “Ini keliru, jadi masyarakat terjun bebas,” ujar Zulfikar. Jika seperti itu terus, lanjutnya, tujuan politik yang besar tidak bisa dicapai. [Hadi | MC KIP Aceh]
Ini Penyebab Terjadinya Migrasi Politik
Banda Aceh – The Aceh Institute kembali menggelar diskusi Haba Pilkada pada Kamis, 2 Februari 2017, di Media Center Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Diskusi kali ini mengangkat tema “Fenomena Pindah ke Lain Hati”.
Ada dua pembicara dalam kesempatan itu, yaitu Eka Januar dari akademisi UIN Ar-Raniry dan Zulfikar Muhammad dari Koalisi NGO HAM. Belasan orang dari berbagai elemen ikut dalam diskusi itu.
Eka Januar mengatakan, untuk negara demokrasi yang belum begitu baik, seseorang yang berpindah partai politik dan dukungan merupakan hal biasa. Namun tidak begitu untuk negara yang demokrasinya sudah stabil, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Di dua negara itu, kata Eka, jarang sekali orang pindah partai politik dan dukungan. Hal itu dikarenakan pandangan politik yang sudah matang. Perpindahan partai politik masih bisa ditolerir dengan alasan, misalnya kepala daerah yang awalnya didukung sudah tidak prorakyat. “Orang yang suka pindah dukungan sering disebut sebagai kutu loncat,” kata Eka.
Dipaparkan Eka, ada beberapa penyebab migrasi politik terjadi, di antaranya karena seseorang sudah merasa tidak diperhatikan karena ada calon lain yang lebih mumpuni dan punya kemampuan darinya. Kemudian terjadi konflik internal antar pendukung, pragmatisme politik dengan melihat kepada keuntungan pribadi, dan habisnya logistik politik.
Alasan yang masih bisa diterima akal sehat, kata Eka, orang yang pindah partai politik atau dukungan bukan karena kepentingan pribadi, tapi karena yang didukung sudah tidak lagi sejalan dengan cita-cita kepentingan rakyat.
Untuk memajukan negara ini, pendidikan politik kepada masyarakat dinilai punya pengaruh penting. Eka berharap, Pilkada 2017 bisa berjalan lancar dan aman dengan para elit politik menjaga masing-masing pendukungnya untuk berbuat hal yang melanggar hukum.
Sementara itu, Zulfikar Muhammad menilai, pendidikan politik masih dirasakan kurang dilakukan, baik oleh penyelenggara pemilihan, LSM, partai, dan pihak lainnya. “Ini keliru, jadi masyarakat terjun bebas,” ujar Zulfikar. Jika seperti itu terus, lanjutnya, tujuan politik yang besar tidak bisa dicapai. [Hadi | MC KIP Aceh]